Hearing Kepegawaian

“Status Dosen Non PNS”

Sesuai tugas dan fungsinya, pada tanggal 24  Mei 2017, Dewas UB menyelenggarakan Hearing tentang Kepegawaian yang berlangsung di Ruang Rapat Rektor Lantai VII Gedung Rektorat UB. Hadir pada kesempatan itu, antara lain: Rektor UB Prof. Dr. Ir. M. Bisri, MS; Wakil Rektor IV Dr. Ir. Moch. Sasmito Djati, M.S.; Kepala Biro Umum dan Kepegawaian Drs. Syarif Utomo, MM; Tim Evaluasi Remunerasi UB (yang diwakili oleh: Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc.; dan Moh. Farid Rahman, S.Si., M.Si.); Dewas UB (masing-masing: Ketua= Prof. dr. Ali Ghufron, M.Sc.,Ph.D.; Anggota= Drs. Juni Hastoto; Sekretaris= Helmy Adam, SE., MSA., Ak.; dan Anggota Tim Pendamping= Tjahyo Handoko).

Pokok bahasan pada acara hearing tersebut adalah permasalahan status dosen non PNS yang telah direkrut UB dan berdampak kepada kewajiban UB untuk kebijakan penetapan remunerasi, yang saat ini disinyalir berakibat terhadap kekhawatiran membengkaknya kebutuhan anggaran.

Menurut Rektor UB, pada prinsipnya semua pegawai di UB sudah dijamin kesejahteraan, karena semua direkrut oleh Rektor termasuk pegawai yang ada di Badan Pengelola Usaha. Saat ini UB telah mengajukan NIDK untuk 94 orang dosen Non PNS dari total 702 orang dan baru terrealisir 50 orang. “Untuk kepentingan itu, kami mohon konfirmasi dari pak Ali tentang ketentuan NIDK & NIDN; karena saat ini UB memakai UU Nomor 12, dimana dijelaskan bahwa Dosen Tetap Non PNS wajib ber-NIDN berjenjang karir”; pinta Rektor UB.

Menanggapi permintaan Rektor UB, Prof Ali Ghufron menjelaskan, bahwa menurut penafsirannya persyaratan untuk memperoleh NIDN adalah bagi dosen tetap, dengan konsekuensi semuanya akan mendapat hak dan kewajiban yang sama. Selanjutnya, untukmenyikapi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) harus berhati-hati, karena Peraturan Pemerintah  yang menyangkut kontrak pegawai seperti yang disyaratkan di dalam hak dan kewajiban pegawai P3K masih merupakan draft jadi, karena masih ada pasal yang merugikan masa depan dosen.

Menyinggung kembali tentang permohonan ijin penyelenggaraan Prodi Insinyur di UB yang belum keluar ijinnya, Prof Ali Gufron menjelaskan, bahwa sudah ada “reminder” beberapa kali dari Pak Joko dan Pak Pardono juga berharap proses tersebut dapat dibantu oleh anggota Dewas supaya tidak mengambang.

Sementara kebijakan tentang status pegawai di UB belum sepenuhnya tuntas, ada beberapa permasalahan sebagai dampak dari kebijakan itu, diantaranya menyangkut piutang UB terkait piutang dosen yang studi lanjut. Menanggapi hal ini, sebgai anggota Dewas UB Drs. Juni Hastoto, MA mempertanyakan, bahwa Bagaimana “awal/ihwal” ada kebijakan memberi pinjaman ketika beasiswa belum keluar; yang kemudian diklarifikasi oleh Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc., bahwa pinjaman diberi sambil menunggu beasiswa keluar, tetapi fakta yang ada, adalah: “… ketika beasiswa keluar, yang bisa (mereka) tidak mengembalikan pinjaman”. Ditambah usulan dari Sekretaris Dewas UB Helmy Adam, bahwa ketika yang bersangkutan belum mampu melunasi hutang, harusnya “pengaktifan kembalinya” ditutup.[yoyok-sekar)