Lompatan Besar UB untuk Akreditasi Internasional Prodi

[dari: Hearing Rencana Akreditasi Nasional UB]

Berdasarkan surat Rektor kepada Dewas tentang permohonan arahan Rencana Akreditasi Internasional UB, pada tanggal 16 November 2020 telah berlangsung acara Hearing Rencana Akreditasi Nasional. Acara yang diselenggarakan melalui zoom meeting itudihadiri oleh: Rektor UB Prof Nuhfil Hanani AR; Wakil Rektor-I UB Prof Aulanni’am; Ketua Dewas UB Prof Aris Junaidi; anggota Dewas UB, masing-masing Drs Juni Hastoto dan Dr Imam Agus Basuki; Sekretatir Dewas Helmy Adam, SE, MSA, Ak; dan Tim PJM UB.

Pada kesempatan membuka acara, Rektor UB Prof Nuhfil Hanani menegaskan, bahwa UB telah berkomitmen meningkatkan kualitasnya dengan melakukan lompatan yang cukup besar untuk akreditasi prodi internasional. Saat ini sudah terdapat 33 prodi yang terakreditasi internasional, dan menurut rencana akan ada 30 prodi yang sedang diproses pengajuannya. Namun, Prof Nuhfil mengakui, bahwa ke 33 prodi yang telah treakreditasi tersebut tidak termasuk yang diakui di dalam Permendikbud. Untuk kepentingan tersebut, UB akan meminta kepastian apakah Lembaga Akreditasi AASBI, AUN-QA, ABEST21, dan lainnya yang telah memberikan sertifikasi akreditasi pada 33 prodi di UB masih diakui atau tidak(?), dan juga menimbulkan permasalahan semenjak Menteri yang baru. Disamping itu, sering ada keluhan dari teman-teman yang mengerjakan proses akreditasi prodi internasional dan hanya mendapatkan imbalah tarip “lokal”; mohon juga saran, sehingga Rektor tidak salah di dalam mengambil kebijakan tentang keuangan; di dalam memberikan insentif nanti tidak “ngarang-ngarang” lagi dalam bentuk lain, mungkin nanti bisa dibuat kegiatan yang berbasis output. “Kepada siapa lagi kami akan minta petuah, kalau tidak kepada Dewas; dengan demikian, mudah-mudahan ke depan UB akan menjadi semakin baik”, kata Prof Nuhfil mengharap.

Menjawab harapan Prof Nuhfil, Ketua Dewas Prof Aris Junaidi menjelaskan, bahwa terkait dengan rencana akreditasi prodi intrnasional, baru-baru ini Mas Menteri telah me-launcing 8 IKU yang merupakan landasan transformasi pendidikan tinggi. Indikator yang ke delapan adalah “prodi yang berstandar internasional, dan nanti akan diukur melalui jumlah prodi yang terakreditasi internasional. Dari 8 IKU tersebut, dimana jika PT itu mencapai/memenuhi target yang ditetapkan, maka akan mendapat “dana pendampingan”; ada dana yang cukup besar, untuk total dana matching fun sebesar Rp250M dan competitive fun sebesar ±Rp550M. Intinya, bahwa competitive fun ini sudah mulai di-launching, silakan dimanfaatkan, sudah the open proposal sampai nanti batas akhirnya adalah awal Februari akan dilakukan review, dan akan diumumkan siapakah pemenangnya; seperti dulu, hibah kompetisi yang PHK A2, PHK A3 sudah dibuka kembali. Menyinggung masalah beberapa akreditor yang tidak terdaftar di dalam Kepmendikbud, Prof Aris menjelaskan, bahwa Kemendikbud 83/2020 yang memuat daftar Lembaga Akreditasi yang diakui oleh Kemendikbud adalah yang sudah diakui oleh Acord, apakah itu Washington Accord, Canberra Accord, Sydney Accord dst; saat ini masih dalam proses pembetulan, karena termasuk ABEST-21 masih diakui. Silakan saja semua diproses, karena proses akreditasi internasional itu panjang sekali; disusun road map ke depan yang jelas, bagaimana tahapan-tahapan prodi mempersiapkannya. Untuk usulan perbaikan/penyesuaian honorarium tim, nanti didiskusikan sendiri, karena menyangkut kewenangan Kemenkeu, memang perlu perhatian untuk memikirkan honor persiapan akreditasi internasional bisa sesuai dan layak, karena pekerjaan ini tidak mudah, memerlukan kerja ekstra/lembur (istilah Bhs.Jawa=”wayangan”), dan lainnya.

Menanggapi pernyataan WR-I UB tentang persiapan UB mengambil alternatif dengan mengundang agency AQAS, Prof Aris menegaskan, bahwa yang pertama, dicek di AQAS seperti apa, kenapa AUN-QA itu tidak bisa “unggul”, Permen Akreditasi No 5/2020 menyebutkan “akreditasi internasional” bisa diklasifikasikan masuk akreditasi A; sedangkan AUN-QA hanya “setifikasi”, sehingga BAN-PT tidak mungkin akan melanggar Kepmen/Permen. Yang kedua, semua prodi yang sudah mendapat sertifikasi AUN-QA tentunya telah terakreditasi A, sudah unggul dan tidak usah dipermasalahkan; dan kalau masih ada yang B tinggal meningkatkan sedikit dengan mengajukan reakreditasi ke BANPT, karena best practice AUN-QA baik sekali, pada umumnya yang sudah tersertifikasi itu sudah unggul.

Sertifikasi (AUN-QA) tetap diakui, karena setifikasi adalah alat ukur untuk outcome, dulu ada 14 kriteria, sehingga persiapannya tidak gampang, karena visitasinya sampai 3 hari, dst; sehingga di dalam IKU itu Kementerian memang mendorong tidak hanya akreditasi, namun juga diakui sertifikasi internasionalnya termasuk AUN-QA, tetapi bukan akreditasi. Karena BAN-PT hanya mengakui akreditasi, maka tentu saja masih belum memberikan poin yang sama antara hasil yang dikeluarkan oleh akreditasi dengan sertifikasi; hal ini yang sampai sekarang masih menjadi problem yang sama; dan Kementerian selalu menyampaikan akreditasi atau sertifikasi, karena semuanya adalah proses pengakuan; sehingga AUN-QA dipertahankan terus. Semua harus dipesiapkan secara total, masuk di dalam proses, dan untuk pemeliharaannya setelah mendapatkan pengakuan akreditasi/sertifikasi agar kualitasnya tidak menurun dan 4 atau 5 tahun lagi masih berlaku. Pada tahap pasca, tentu UB harus melakukan pelaporan kinerja tahunan untuk menunjukkan bahwa performance UB tidak menurun dan justeru akan meningkat; pengembangan mutu secara berkelanjutan, menyebarluaskan pengetahuan tentang akreditasi internasional ke prodi lain yang seimbang untuk mendorong agar ikut dengan memakai pedoman yang ada saat ini.

Langkah yang berikutnya, jika ada prodi tertentu yang memang ragu-ragu apakah badan akreditasi itu kredibel atau apakah itu diakui, apakah itu ada di bawah satu accord, bisa konsultasi untuk cross check bareng-bareng kemudian bisa disampaikan ke BAN-PT, ataupun sebagai masukan bahwa hal tersebut bisa dimasukkan di dalam Kepmen yang baru; karena saat ini Kementerian sedang dalam proses merevisi Kepmendikbud, ada beberapa yang bukan termasuk yang diharapkan; termasuk ada tiga poin yang akan dihapus, dan jika ada masukan yang baru, akan dimasukkan; malahan mungkin di dalam Kepmen bisa men-side Lembaga akreditasi yang uncredible supaya tidak terjadi kebingungan di level perguruan tinggi.

Dewas sangat mengapresiasi upaya-upaya untuk mendorong agar UB bisa lebih baik mutunya, dan nanti Dewas akan update lagi tentang perkembangan revisi Kepmen, selain akan mendiskusikan terkait dengan honor untuk tim task force yang dipersiapkan khusus untuk mengawal prodi internasional ini. Mudah-mudahan di tahun depan bisa lebih meningkat pesat, “… dan nanti tolong kalau ada hal yang ragu-ragu, kita akan bisa mengupas bersama, kita bisa mengambil keputusan bersama”; demikian pesan Prof Aris mengakhiri pertemuan.[yoyok]