Studi Banding Dewas UB: Tentang Pengelolaan Hutan di Universitas Mulawarman, Samarinda

Pada tanggal 5 November 2015 Dewas UB mengadakan kunjungan ke Universitas Mulawarman (UNMUL) Samarinda, Kalimantan Timur, untuk studi banding tentang pengelolaan hutan pendidikan. Kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka memenuhi tugas yang dibebankan oleh Rektor UB, sehubungan dengan UB telah mendapatkan hak kelola hutan seluas 514 hektar dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan digunakan sebagai hutan pendidikan. Perwakilan Dewas UB yang terdiri dari anggota Dewas UB Dr. Bambang Purnomosidhi, Tim Pendamping Dewas UB (Yuki Firmanto, SE, MSA, Ak; Tjahyo Handoko; Novi Trisnawati, SE) diterima oleh Pembantu Rektor-I Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono yang didampingi oleh Ketua Pusat Penelitian Hutan Tropis, dan Kasubbag Umum dan Sarpras UNMUL.

Prof. Mustofa Agung menjelaskan, bahwa Hutan milik Universitas Mulawarman yang terletak di Bukit Soeharto sebagai hutan konservasi, merupakan aset milik provinsi karena berada pada 2 kabupaten. Keseluruhan Bukit Soeharto dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan pengelolaannya, dimana Universitas Mulawarman mendapatkan bagian sebanyak 1/3 atau sekitar 20.000 hektar yang boleh digunakan dengan tujuan hanya khusus untuk pendidikan dan penelitian. Pengelolaannya atau penanggungjawabnya terbagi menjadi dua, ada yang di bawah universitas diserahkan kepada unit kerja Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) dahulunya bernama UPT Laboratorium Sumber Daya Hayati Perusahaan dan ada yang di bawah Fakultas Kehutanan.

Menurut Prof Mustofa, di dalam pengelolaan hutan di Unmul ada beberapa permasalahan, antara lain disebabkan karena Bukit Soeharto merupakan sebuah hutan konservasi, maka pengelolaannya sangat sulit karena biaya untuk pengelolaannya sangatlah besar, sedangkan Universitas Mulawarman tidak diperbolehkan untuk mengubah Hutan Konservasi menjadi Hutan Produksi guna mendapatkan pemasukan. Pengelolaan hutan yang paling mudah dilaksanakan jika fungsi hutan tersebut adalah hutan produksi, karena fleksibilitasnya jauh lebih besar.

Mewakili pengelola UNMUL, Prof Mustofa memberikan saran kepada UB, salah satunya adalah, jika UB mendapatkan hutan yang berpotensi sebagai hutan wisata, maka UB dapat bekerjasama dengan pihak ketiga (swasta/publik) untuk pengelolaannya. Namun ancaman terbesarnya adalah masyarakat. Untuk di daerah Kalimantan sendiri selain masyarakat, ancaman lainnya adalah penambangan. Oleh karena itu, di dalam pengelolaannya harus/sebaiknya melibatkan masyarakat sekitar, dengan cara PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Saat ini yang menggunakan cara PHBM adalah perhutani.[yoyok]