Sudah Mulai Ada Upaya-upaya yang Lebih Action Oriented

[Dari: Hearing Dewas tentang Laporan Kinerja Rektor Tahun 2018]

Suasana Hearing Dewan Pengawas yang berlangsung di Ruang Rapat Rektor Lantai 7 Gedung Rektorat UB, hari Rabu tanggal 15 Mei 2019

“Dari Aspek Keuangan, capaian UB pada tahun 2018 secara keseluruhan melampaui target; dengan rincian: jumlah pendapatan BLU melampaui target; pendapatan BLU dari pengelolaan aset melampaui target (200%); modernisasi pengelolaan keuangan belum 100%, harapan UB tahun ini (TA 2019) akan tercapai. Ada usulan-usulan dari Dekan, tentang pagu dana kerjasama yang sudah dipatok, yang kemudian ada peluang kerjasama dari pihak luar (di luar pagu), dan ini menjadi “masalah”; bagaimana solusinya, kami mohon kepada Dewas untuk memberikan masukan”; demikan antara lain yang disampaikan Rektor UB Prof Nuhfil Hanani pada kesempatan menyampaikan Laporan Kinerja UB tahun 2018 dalam rangka Hearing Dewan Pengawas yang berlangsung di Ruang Rapat Rektor Lantai 7 Gedung Rektorat UB, hari Rabu tanggal 15 Mei 2019.

Telah hadir pada kesempatan tersebut: Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D./Ketua Dewas; Djuni Hastoto, MA/Anggota Dewas; (8)Dr. Imam Agus Basuki/Anggota Dewas;  Helmy Adam, SE., MSA., Ak./Sekretaris Dewas;  Tim Pendamping Dewas; Warek-I, Warek-II; Warek-IV; Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes./Dekan FK; Ratno Bagus E.W., Ph.D/Staf Ahli Warek-IV; Plt Kabiro Umum dan Kepeg; Plt Kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan; Kabag BMN; Kasubbag Perencanaan; Kabag Akuntansi; (15) Achmad Basuki, S.T., MMG., Ph.D./Kepala Unit TIK.

Lebih lanjut Rektor mengatakan, bahwa saat ini capaian rangking Nasional UB kurang menggembirakan, menurut Rektor, di saat memulai menjabat pada bulan Juli 2018, ranking UB  langsung turun menjadi ranking 12. ”ranking 8 itu sudah sedih…. Dengan kejadian ini, teman-teman di bawah koordinasi WR-I terus bekerja keras untuk mengejar agar bisa kembali ke “Ranking 6”; dan yang menjadi masalah selama ini (salah satunya) adalah masalah “data”; karena pada periode sebelumnya, UB sempat meraih Rangking 4”; jelas Rektor dengan semangat.

Di bidang Kelembagaan, Statuta UB sudah disahkan melalui Permenristekdikti pada bulan Januari 2019, disusul kemudian dengan  diserahkannya dokumen persyaratan untuk persiapan menuju UB PTNBH ke Kementerian, dan penyelesaian Agenda Reformasi Birokrasi.

Menurunnya jasa layanan pendidikan diakibatkan oleh menurunnya jumlah mahasiswa baru yang mendaftar ulang dengan ketentuan menggunakan nilai SBMPTN; tercatat di UB hampir 30% dari mahasiswa yang diterima tidak mendaftar ulang. Sehingga untuk tahun ini UB menyelenggarakan sendiri untuk Tes Program Mandiri.

Dalam usahanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, beberapa upaya telah dilakukan, diantaranya: hampir semua fakultas sudah memulai menerapkan kurikulum berbasis OBE untuk menghadapi Era Revolusi Industri 4.0, 19 PS telah terakreditasi Internasional, sinergi dosen senior, Program Percepatan Guru Besar, penguatan kapasitas lab untuk daya saning UB, dan pengembangan Pusat Unggulan berdaya saing global.

Untuk mempersiapkan menjadi PTNBH, Prof Sasmito Djati menjelaskan, bahwa proses yang dilalui UB sudah sampai pada tahap pembahasan di tingkat Kementerian. Menurut Prof Sasmito, kampus otonom itu bagi UB bukan hal yang sederhana, karena terkait dengan bagaimana UB merubah mindset. Utamanya mindset tentang “governance” yang harus dipahami oleh seluruh stakeholders yang ada di dalam sebuah universitas, bagaimana bentuk academic self governance itu mempunyai peran yang besar, saat ini UB hanya mengikuti UI atau dan UGM, dengan self governance yang ditiru; seharusnya UB mempunya style sendiri. Governance yang memang menjadi andalan UB, ketika nanti “inovasi” berada pada para Profesor;

Sebetulnya konsep otonom sudah dipersiapkan sejak awal tahun 2000-an, bahkan tahun 2007 itu sudah mendapat SK (rekomendasi) dari Dirjendikti (sistem yang lama=BHMN). Untuk kepentingan ini, UB mencoba membuat benchmark dengan UGM dan PTN lain, karena dalam hal prestasi, UB juga selalu membandingkan dengan UI, UGM, dll; dimana pada tahun 2014 ranking kita (UB) pernah di atas 500+ s.d. 600.

UB kesulitan berbicara tentang flagship, diskusinya agak panjang dan sampai hari ini kita tidak pernah final untuk menetapkankan flagship. Bagaimana UB akan mempunyai distinctive value akan masa depan UB; berbicara masalah spesifik dan “flagship” itu adalah sesuatu yang berbeda; ketika kita spesifik, maka untuk “improvement all element” sering menjadi masalah.

Sesuai saran Dewas, WR II UB Prof Gugus Irianto menambahkan terkait struktur BPU dalam persiapan PTNBH, bahwa sebelumnya secara kelembagaan BPU harus di bawah WR II, maka sudah diterbitkan peraturan yang kemudian BPU dipisah dan dipimpin oleh Direktur Utama dan beberapa jajarannya; yang sudah jalan adalah BUNA (termasuk penerapan remunerasinya); dan yang lain masih dalam proses. Dijelaskan pula, bahwa konsolidasi Unit Usaha di UB sudah dilakukan sejak tahun 2006 di saat UB mengajukan menjadi PT BHMN, tapi ketika UU-nya dibatalkan akhirnya UB melanjutkan menjadi BLU sejak 2008 sampai sekarang; Konsulidasi yang terakhir diawali di tahun 2015, UB mengembangkan Unit Usaha Akademik dan Usaha Non Akademik; dan pada akhirnya Rektor mengeluarkan kebijakan untuk melakukan klasterisasi dengan menerbitkan Peraturan Rektor tentang BPU tahun 2016.

Harapan ke depan, unit-unit usaha akan memberikan kontribusi yang optimal, terutama UB Press, RSUB yang terus berbenah, UBTV dan Unit Atsiri; dan saat ini secara keseluruhan unit usaha terus dikonsolidasikan, walaupun perkembangan bisnis itu memang tidak serta merta langsung jadi besar.

Menanggapi laporan capaian UB yang disampaikan, Prof Ali Ghufron mengatakan, bahwa presentasi pimpinan UB BLU sudah lebih komprehensif, menyeluruh, kegiatan-kegiatan sudah mulai ada upaya-upaya yang lebih action oriented, dan ada kompetisi dengan UM. “Tapi memang kalau kita lihat, kalau kompetisi jangan dengan UM, UM itu LPTK, LPTK itu “kaya” (red=seperti) UPI (Universitas Padahal IKIP) yang dulunya hampir sama dengan UM; kalau bersaing dengan UNS atau UI; tegas Prof Ali Ghufron. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa perankingan itu penting dan data menjadi masalah yang serius yang harus betul-betul menjadi perhatian, karena yang dilihat basisnya Kementerian adalah data; jika capaian bagus tapi datanya belum bagus, maka nilainya menjadi kurang bagus.

Di dalam antisipasi untuk menjadi PTNBH, nanti banyak hal yang akan menurun, artinya paling tidak UB sudah dianggap lebih dewasa, sehingga bantuan-bantuan akan menurun, alokasi untuk SDM menurun; hal-hal semacam itu, harus sudah mulai diantisipasi, jangan sampai seperti UNHAS, dulu, awalnya terkejut, mungkin perlu diskusi dengan Rektor UNHAS tentang bagaimana mengatasi “keterkejutan” setelah berhasil menjadi PTNBH; tapi kemudian, sekarang UNHAS itu paling tinggi perkembangan profesornya; pesan Prof Ali Ghufron mengakhiri tanggapannya.[yoyok]